Jumat, 30 November 2012

Cinta.

Seperti inikah pernikahan tanpa cinta? Bukan. Bukan aku yg tak mencintainya. Tapi dia yang tak mencintaiku.
Bohong. Pasti aku terlihat seperti orang pembohong kalau bilang dia tak mencintaiku. Dia berubah jadi lelaki yang penuh pemujaan untukku didepan semua teman, atau keluargaku. Kata sayang, cinta atau katakata mesra lainnya untukku tak pernah berhenti dari mulutnya ketika itu. Dan pada saat itu pula, aku selalu ingin menghentikan waktu. Menikmatinya, merasainya yang tak pernah pisah dariku.
Tapi, itu cuma sementara.
Ketika pulang dari acara, dia hapus semua pelakuannya dariku. Berubah. Dia memang aktor hebat.
Dan aku, hanya bisa diam.
Bodohkah? Rasanya tidak. Bukankah sudah aku bilang aku mencintainya? Mencintai semua darinya. Biarpun dia tidak, aku hanya bisa berdoa. Hei, bukankah cinta bisa tumbuh bila selalu bersama? Itukan yang biasa ditampilakan di drama-drama yang ada?
Bagaimana aku bisa mencintainya? Entah, semuanya terjadi begitu saja. Ketika seringnya aku melihatnya serius berkencan dengan laptopnya, ketika dia bicara, ketika dia berakting mesra denganku. Semuanya bahkan membuatku jatuh cinta dengannya. Sayangnya, aku hanya bisa jatuh. Cintanya bukan untukku. Tak bisakah kau melakukan hal sama untukku, suamiku?
Sudah satu tahun pernikahanku. Dan semua keluargaku mulai menanyakan kapan aku bisa punya anak. Mereka bertanya seakan akan setelah bertanya maka aku akan langsung punya anak. Yang mereka tak tau adalah bahwa aku dari awal pernikahan pisah kamar dengannya. Dia yang memintanya. Aku? Hanya bisa menurut. Dia suamiku kan? Itu kenapa aku bilang dia tak mencintaiku. Bahkan tidur sekamarpun tidak. Seperti wabahkah aku, suamiku?
Bagaimana aku bisa menikah dengannya? Pertanyaan itu juga selalu ada difikiranku.
Aku dijodohkan dengan lelaki tampan, kaya dan terkenal playboy sepanjang masa. Aku? Aku wanita pekerja biasa, wajah pas-pasan, uangpun pas-pasan. Tapi aku setia. Setidaknya itu yang plus dariku.
Tidakkah dia menolak? Tidak. Dia langsung meng-iya-kan. Berwajah sumringah macam bertemu model papan atas super cantik waktu bicara pada orangtuaku saat menerima perjodohan ini. Awalnya aku senang bukan kepalang. Siapa tak mau menikah dengannya? Bayangan pernikahan indah seperti di drama-drama itu terbayang difikiranku. Tapi ternyata tak berlangsung lama. Sehari sebelum menikah, dia mengajakku jalan. Ternyata dia memberikan surat perjanjian pranikah untukku. Yang intinya pada saatnya nanti, kita akan bercerai. Aku yang pada awalnya sudah curiga akhirnya tau apa maksudnya. Ayahnya hanya mau menjadikannya pewaris apabila menikah denganku. Ya, setidaknya dia jujur padaku. Hatiku sakit bukan main. Tapi demi keluargaku, aku terima semuanya. Berusaha berbakti kepada orangtuaku. Berharap aku akan bahagia bersamanya. Tapi apa? Dia bahkan berjanji tak akan menyentuhku dan akan tidur terpisah. Semenjijikan itukah aku?
Setahun masa pernikahan, aku selalu memperhatikannya. Dia yang selalu minum kopi dengan waffle plus ipad ditangan, membaca pasar saham tiap sarapan. Aku selalu berusaha membuatkan makanan untuknya yang selalu berakhir tidak dimakan. Dia lebih memilih memesan makan diluar. Apa kau takut aku racuni, suamiku?
Dia yang suka makan seafood. Dia yang suka nonton balap. Baik f1 atau motogp. Yang mengidolakan barcelona sebagai club bola favoritnya. Rela begadang untuk itu. Aku begitu tau tentangmu, apa kau tau apa yang kusuka, suamiku?
Hampir setiap malam, aku berusaha untuk memasak untuknya yang selalu berakhir di tempat sampah keesokan harinya. Tak taukah sakitnya hati ini, suamiku?
Kadang aku akan hanya menulis sambil minum es krim di balkon apartemen kami. Merenungi kesalahan apa yang telah aku perbuat hingga semua cobaan ini harus aku lalui. Airmatapun rasanya hampir habis bila memikirkannya. Tidakkah bisa kau memikirkanku barang sedikit, suamiku?
Tertidur disofa saat menunggunya pulang ddari kantor hampir setiap malam. Saat itu, dia hanya membangunkanku dengan menyentuh pundakku dan menyuruhku tidur dikamar. Bukankah biasanya di drama, sang lelaki melihat wanitanya tertidur disofa menunggunya pulang akan digendong dan ditidurkan dikamar? Ah, kapan aku bisa mendapatkan hatimu, suamiku? Apa aku terlalu tak pantas untukmu? Atau aku harus mundur dan berpisah darimu?
Sampai malam itu aku melihat dia dibawa seorang wanita yang mengaku sebagai kekasihnya membawa suamiku pulang. Apa yang harus aku lakukan? Marah-marah padanya? Memakinya? Bilang kalau aku istrinya dan wanita itu hanya wanita jalang yang mau merusak rumah tanggaku? Tapi, bukankah semua sudah rusak dari awal? Apalagi? Rasanya hak itu tak pernah berlaku untukku si istri tak berguna ini. Benarkah begitu, suamiku?
Akhirnya aku menyerah.
Ibuku selalu menuduhku mandul. Tidak bisa punya anak. Bagaimana bisa suami betah dirumah.
Lalu, aku beranikan diri memintanya memberiku anak. Kalau tak mau berhubungan, cukup donorkan saja spermanya. Setelah anakku lahir, aku dan dia pisah.
Tau apa yang dikatakannya?
Oke. Terserah apa maumu.
Oh, Tuhan. Ampuni aku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar